Pada tulisan ini saya
mau mencoba menggali kebenaran dari 7 lapis langit seperti yang diceritakan
dalam kisah perjalanan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW.
O ya, buat yang non muslim juga boleh membaca tulisan ini,
siapa tahu bisa menjawab keraguan anda dan mohon jangan diperdebatkan.. cukup
kita fikirkan kebenarannya gitu aja.. karena kita sesama mahluk ciptaan Tuhan
diberikan akal dan fikiran, ingat musuh utama kita bukan perbedaan akan tetapi
Setan.. okeh? Sekali lagi tulisan ini saya rangkum dari sumbernya dan bukan
sepenuhnya saya tulis, namun ada beberapa pendapat yang saya tuliskan disini.
7 lapisan langit dan kaitannya dengan dimensi
Sekarang kita bicarakan dari segi ilmu manusia, dan mudah2an
ini bisa dipahami… karena gw sendiri berkunang2 waktu mempelajari dan membacanya..he..
Bila membaca sejarah Isra’ Mi’raj nabi, kemungkinan yang
dimaksud 7 lapisan langit di sini bukan berarti langit tersebut menumpuk secara
berlapis-lapis seperti kue lapis, tapi ketujuh lapisan tersebut semakin
meningkat kedudukannya sesuai dengan bertambah tingkat dimensinya.
Pertambahan tingkat dimensi ketujuh lapisan langit tersebut
hanya bisa digambarkan dengan memproyeksikannya ke langit pertama (dimensi
ruang yang dihuni oleh kita) yang berdimensi tiga. Karena hanya ruang
berdimensi tiga inilah yang bisa difahami oleh kita. Secara analog, kita bisa
membuat perumpamaan sebagai berikut :
Pada gambar 1 tampak bahwa sebuah garis berdimensi 1
tersusun dari titik-titik dalam jumlah tak terbatas. Sama kayak istilah pixel
dalam desain grafis, dimana gambar yang tercipta adalah himpunan titik2 yang
sangat banyak dan dengan warna yang beragam sehingga membentuk pola tertentu
menjadi gambar. Titik2 ini akan membentuk garis yang kemudian garis-garis
tersebut disusun dalam jumlah tak terbatas hingga menjadi sebuah luasan
berdimensi 2 (Gambar 2). Dan jika luasan-luasan serupa ini ditumpuk ke atas
dalam jumlah yang tak terbatas, maka akan terbentuk sebuah balok (ruang
berdimensi 3).
Kesimpulannya adalah sebuah ruang berdimensi tertentu
tersusun oleh ruang berdimensi lebih rendah dalam jumlah yang tidak terbatas.
Atau dengan kata lain ruang yang berdimensi lebih rendah dalam jumlah yang
tidak terbatas akan menyusun menjadi ruang berdimensi yang lebih tinggi.
Misalnya, ruang 3 dimensi – dimensi ruang yang sekarang dihuni oleh kita ini –
dengan jumlah tak terbatas menyusun menjadi satu ruang berdimensi empat.
Demikian seterusnya sehingga setiap dimensi yang satu dengan yang lain saling
berkaitan.
Berdasarkan kesimpulan di atas dapat dijelaskan sebagai
berikut:
Langit pertama
Ruang berdimensi 3 yang dihuni oleh makhluk berdimensi 3,
yakni manusia, binatang, tumbuhan dan lain-lain yang tinggal di bumi beserta
benda-benda angkasa lainnya dalam jumlah yang tak terbatas. Namun hanya satu
lapisan ruang berdimensi 3 yang diketahui berpenghuni, dan bersama-sama dengan
ruang berdimensi 3 lainnya. Jadi dimensi 3 adalah dimensi yang sangat
kasar dan padat, sehingga dapat diraba dan dilihat dengan kasat mata. Alam
semesta kita ini menjadi penyusun langit kedua yang berdimensi 4.
Benarkah demikian? Mari difikirkan bersama kebenarannya..
Langit kedua
Ruang berdimensi 4 yang dihuni oleh bangsa jin beserta
makhluk berdimensi 4 lainnya. Sehingga mahluk di dimensi 3 tidak akan bisa
melihat mahluk di dimensi 4, tetapi mahluk dimensi 4 kemungkinan bisa melihat
mahluk dimensi 3. Ruang berdimensi 4 ini bersama-sama dengan ruang
berdimensi 4 lainnya membentuk langit yang lebih tinggi, yaitu langit ketiga.
Langit ketiga
Ruang berdimensi 5 yang di dalamnya “hidup” arwah dari
orang-orang yang sudah meninggal atau mungkin alam kubur. Mereka juga
menempati langit keempat sampai dengan langit keenam tergantung tingkatannya.
Dalam perjalanan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad, diceritakan bahwa Rasulullah
bertemu dengan nabi2 terdahulu yang berbeda2 disetiap lapisannya. Langit
ketiga ini bersama-sama dengan langit ketiga lainnya menyusun langit keempat
dan seterusnya hingga langit ketujuh yang berdimensi 9.
Bisa dibayangkan betapa besarnya langit ketujuh itu. Karena
ia adalah jumlah kelipatan tak terbatas dari langit dunia (langit pertama) yang
dihuni oleh manusia. Berarti langit dunia kita ini berada dalam struktur langit
yang enam lainnya, termasuk langit yang ketujuh ini. Jika alam akhirat, surga
dan neraka terdapat di langit ke tujuh, maka bisa dikatakan surga dan neraka
itu begitu dekat dengan dunia kita tapi berbeda dimensi.
Seperti disebutkan sebelumnya bahwa langit dunia kita ini
merupakan bagian dari struktur langit ketujuh. Berarti alam dunia ini merupakan
bagian terkecil dari alam akhirat. Penjelasan ini sesuai dengan hadist Nabi:
“Perbandingan antara alam dunia dan akhirat adalah seperti
air samudera, celupkanlah jarimu ke samudera, maka setetes air yang ada di jarimu
itu adalah dunia, sedangkan air samudera yang sangat luas adalah akhirat”.
Perumpamaan setetes air samudera di ujung jari tersebut
menggambarkan dua hal:
1.Ukuran alam dunia dibandingkan alam akhirat adalah
seumpama setetes air di ujung jari dengan keseluruhan air dalam sebuah
samudera. Hal ini adalah penggambaran yang luar biasa betapa luasnya alam
akhirat itu.
2.Keberadaan alam dunia terhadap alam akhirat yang
diibaratkan setetes air berada dalam samudera. Perumpamaan tersebut menunjukkan
bahwa alam dunia merupakan bagian dari alam akhirat, hanya ukurannya yang tak
terbatas kecilnya. Begitu juga dengan kualitas dan ukuran segala hal, baik itu
kebahagiaan, kesengsaraan, rasa sakit, jarak, panas api, dan lain sebagainya,
di mana ukuran yang dirasakan di alam dunia hanyalah sedikit sekali.
Berbagai ruang dimensi dan interaksi antar makhluk
penghuninya
1. Langit pertama atau langit dunia
Seperti disebutkan pada ayat 11-12 Surat Fushshilat di atas,
maka yang disebut langit yang dekat tersebut adalah langit dunia kita ini atau
disebut juga alam semesta kita ini. Digambarkan bahwa langit yang dekat itu
dihiasi dengan bintang-bintang yang cemerlang, dan memang itulah isi yang utama
dari alam semesta. Bintang-bintang membentuk galaksi dan kluster hingga superkluster.
Planet-planet sesungguhnya hanyalah pecahan dari bintang-bintang itu. Seperti
tata surya kita, matahari adalah sebuah bintang dan sembilan planet yang
mengikatinya adalah pecahannya, atau pecahan bintang terdekat lainnya.
Sedangkan tokoh utama di langit pertama ini adalah kita manusia yang mendiami
bumi, planet anggota tata surya.
Langit pertama ini tidak terbatas namun berhingga. Artinya
batasan luasnya tidak diketahui tapi sudah bisa dipastikan ada ujungnya.
Diperkirakan diameter alam semesta mencapai 30 miliar tahun cahaya. Artinya
jika cahaya dengan kecepatannya 300 ribu km/detik melintas dari ujung yang satu
ke ujung lainnya, maka dibutuhkan waktu 30 miliar tahun untuk menempuhnya.
Penjelasan gambar:
Apabila digambarkan bentuknya kira-kira seperti sebuah bola
dengan bintik-bintik di permukaannya. Di mana bintik-bintik tersebut adalah
bumi dan benda-benda angkasa lainnya. Apabila kita berjalan mengelilingi
permukaan bola berkeliling, akhirnya kita akan kembali ke titik yang sama.
Permukaan bola tersebut adalah dua dimensi. Sedangkan alam semesta yang
sesungguhnya adalah ruang tiga dimensi yang melengkung seperti permukaan balon
itu. Jadi penggambarannya sangat sulit sekali sehingga diperumpamakan dengan
sisi bola yang dua dimensi agar memudahkan penjelasannya.
2. Langit kedua
Seperti diterangkan sebelumnya bahwa setiap lapisan langit
tersusun secara dimensional. Diasumsikan bahwa pertambahan dimensi setiap
lapisan adalah 1 dimensi. Jadi apabila langit pertama atau langit dunia kita
ini berdimensi 3, maka langit kedua berdimensi 4. Langit kedua ini kemungkinan
dihuni oleh makhluk berdimensi 4, yakni bangsa jin.
Penjelasan gambar:
Apabila digambarkan posisi langit kedua terhadap langit
pertama adalah seperti gambaran balon pertama tadi. Di mana bagian permukaan
bola berdimensi 2 adalah alam dunia kita yang berdimensi 3, sedangkan ruangan
di dalam balon yang berdimensi 3 adalah langit kedua berdimensi 4. Jadi apabila
kita melintasi alam dunia harus mengikuti lengkungan bola, akibatnya perjalanan
dari satu titik ke titik lainnya harus menempuh jarak yang jauh. Sedangkan bagi
bangsa jin yang berdimensi 4 mereka bisa dengan mudah mengambil jalan pintas
memotong di tengah bola, sehingga jarak tempuh menjadi lebih dekat.
Tampak dengan mudah dilihat bahwa kedua alam berdampingan
dan kedua makhluk hidup di alam yang berbeda. Kedua makhluk juga mempunyai
dimensi yang berbeda, bayang-bayang berdimensi 2 sedangkan balok berdimensi 3.
Makhluk berdimensi 2, yaitu bayang-bayang tidak bisa memasuki ruangan
berdimensi 3, dia tetap berada di tembok, sedangkan makhluk berdimensi 3 yakni
balok dapat memasuki alam berdimensi 2, yakni tembok. Bagaimanakah caranya
balok bisa memasuki dinding yang berdimensi 2?
Balok yang berdimensi 3 memiliki permukaan berdimensi 2
yakni bagian sisi-sisinya. Apabila si balok ingin memasuki alam berdimensi dua,
dia cukup menempelkan bagian sisinya yang berdimensi 2 ke permukaan tembok.
Bagian sisi balok sudah memasuki alam berdimensi 2 permukaan tembok. Bagian
sisi balok ini dapat dilihat oleh makhluk bayang-bayang di tembok sebagai
makhluk berdimensi 2 juga. Analoginya adalah jin yang dilihat oleh kita
penampakannya di alam dunia sebenarnya berdimensi 4 tetapi oleh indera kita
dilihat sebagai makhluk berdimensi 3 seperti tampaknya sosok kita manusia.
3. Langit ketiga sampai dengan langit ketujuh
Langit ketiga sampai dengan keenam dihuni oleh arwah-arwah,
sedangkan langit ke tujuh adalah alam akhirat dengan surga dan nerakanya.
Analoginya sama dengan langit kedua di atas, karena pengetahuan kita hanya
sampai kepada alam berdimensi 3.
Dapat diartikan bahwa sebenarnya alam semesta ini ada dalam
satu ruang lingkup namun berbeda tingkatannya. Tingkatan yang dimaksud
disini adalah tingkatan kepadatan partikel dan dimensi penyusun bentuk atau
zatnya. Dengan demikian, dunia tempat kita berpijak ini titik
koordinatnya sama dengan dunia pada dimensi lain hanya saja terpisah alam atau
dimensi. Nah, cerita ini agak sedikit berbeda ni dengan yang pernah saya
tulis di Misteri Luas Alam Semesta dan Ramalan Perbintangan (2).
Tingkatan Mahluk dan Unsur Kehidupan
Ini dari pendapat saya sendiri setelah mengamati dan membaca
banyak buku kemungkinan mahluk hidup yang ada dialam semesta ini tercipta dari
beberapa tingkatan partikel atau penyusun jasadnya. Dari adanya perbedaan
dimensi tersebut maka dapat difikirkan bahwa mahluk hidup dan unsurnya juga
memiliki beberapa tingkatan. Mulai dari unsur yang keras dan padat, cair,
gas, dan cahaya. Partikel yang paling padat adalah benda keras dan tampak
dengan kasat mata seperti kita manusia yang terbentuk dari banyak partikel
padat, tanah, batu, pasir, debu, termasuk air, sedangkan partikel padat yang
paling kecil adalah gas. Mahluk yang tercipta dari partikel padat ini
adalah seperti manusia, hewan, tumbuhan, beserta semua benda yang ada di alam
semesta Dimensi 3 kita ini.
Partikel kedua adalah partikel halus yang tidak kasat mata
seperti listrik, bau, suara, angin atau udara, partikel ini memiliki unsur
penyusun tetapi sangatlah halus atau ghaib. Misalnya listrik yang
tersusun dari ion2 positif dan negatif, dan udara yang merupakan partikel
ringan yang melayang atau Oksigen. Partikel ini tidak dapat ditangkap dan
dilihat tetapi dapat dirasakan serta dapat juga memberikan sentuhan, dorongan,
panas, dingin, serta getaran. Misalnya angin yang bergesek dengan benda
padat akan menghasilkan suara, demikian pula suara yang kita keluarkan dari
mulut adalah hasil gesekan antara angin yang keluar dari paru2 kita dengan pita
suara.
Partikel yang paling halus lagi adalah api, dimana api ini
sifatnya hidup, membutuhkan oksigen dan mengeluarkan unsur panas. Api
tidak dapat disentuh tetapi dapat dilihat karena adanya cahaya yang merupakan
hasil dari pembakarannya dan dapat dirasakan yakni adanya panas. Api juga
memiliki warna sehingga cahaya yang dihasilkannya juga bisa menghasilkan warna
tergantung unsur pembakarnya. Mahluk yang tercipta dari api ini adalah
sebangsa jin yang berada di Dimensi 4.
Partikel yang sangat halus adalah cahaya, cahaya ini
sebenarnya berasal dari adanya api atau pembakaran. Cahaya tidak
terpengaruh dengan hukum2 fisika dan momentum. Cahaya dapat mengisi ruang
gelap, dan dapat pula berwarna sesuai dengan warna dari unsur padat yang
dipantulkannya. Cahaya tidak dapat dipegang, kalaupun bisa dilihat
sifatnya adalah semu… dan tidak bisa kita gambarkan dengan rumus kimia
apapun. Mahluk yang tercipta dari cahaya ini adalah bangsa Malaikat dan
berada di Dimensi 9.
Selanjutnya ada lagi yang misteri, yaitu ruh… apakah ruh ini
bisa digambarkan dengan lugas seperti yang dijelaskan dalam dimensi2
diatas? Kemungkinan, ruh ini lebih halus lagi dari semua unsur yang kita
kenal.. ruh inilah yang hidup dan kekal tidak mati. Artinya meskipun
jasad kita telah mati, akan tetapi itu tidak berlaku pada ruh. Apakah
benar ruh juga berada pada dimensi yang berbeda seperti yang dijelaskan pada
cerita diatas? Ruh orang yang telah mati akan tertahan sementara di alam
atau dimensi lain sebelum akhirnya nanti dikumpulkan dan dihidupkan kembali,
yaitu alam barzah. Benarkah..? ini opini berdasarkan yang pernah saya
baca dan dengar saja. Ruh ini tidak terpengaruh oleh waktu, sehingga
sifatnya kekal.
Dengan demikian berarti kita manusia adalah mahluk yang
paling rendah unsur penyusunnya, itulah sebabnya mengapa bangsa jin tidak mau
bersujud dihadapan Adam karena mereka merasa bahwa mereka mahluk yang lebih
tinggi dari manusia. Tetapi dari semua mahluk ciptaan Allah SWT, ruh kita
adalah sama meskipun unsur penyusunnya berbeda. Benarkah demikian? Belum
tahu kebenarannya ni karena belum ada juga dalil dan teorinya atau mungkin saya
belum pernah baca kali ya?
Zat Sang Pencipta
Zat sang maha pencipta adalah zat yang maha mulia dan maha
sempurna, kita tidak akan bisa mengetahui seperti apa zatnya dan seperti apa
bentuknya. Allah SWT tidak berada di dimensi manapun, tapi meliputi semua
dimensi itu. Wajah Allah tidak serupa dengan wajah manapun. Dalam keberadaannya,Tuhan
tidak bukan berada di sini bukan di situ, bukan begini bukan begitu. Tidak ada
yang bisa menjelaskan kecuali Allah sendiri yg menjelaskan.
Muhammad SAW sendiri terpesona dan tidak mampu berkata
apa-apa ketika berhadapan dengan Allah Swt, lalu beliau tersungkur dan tidak
mampu memandang. Nabi Musa As pun tersungkur menatap kehadiran Allah di bukit
Sinai, untuk itu Allah “terpaksa” menghadirkan simbol di dimensi ketiga berupa
pancaran api yang membakar ilalang agar Musa sanggup menghadapinya.
Keajaiban Isra dan Miraj
Cerita mengenai luasnya alam semesta ini sebenarnya bisa
dijelaskan melalui peristiwa perjalanan Rasulullah saat Isra’ Mi’raj… Saya aja
baru menyadari akan hal ini, padahal dari kecil acara Isra’ Mi’raj selalu saya
ikuti tapi maksudnya yang diambil hikmahnya hanya perintah menunaikan ibadah
Sholat lima waktu. Ternyata ada ilmu pengetahuannya juga bila kita lihat
dari sudut pandang yang berbeda, yaitu segi keilmuan.
Allah Swt berfirman di dalam Alquran Surah Al-Israa’ ayat 1:
“Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda–tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Dari ayat tersebut tampak jelas bahwa perjalanan luar biasa
itu bukan kehendak dari Rasulullah Saw sendiri, tapi merupakan kehendak Allah
Swt. Untuk keperluan itu Allah mengutus malaikat Jibril as (makhluk berdimensi
9) beserta malaikat lainnya sebagai pemandu perjalanan suci tersebut.
Dipilihnya malaikat sebagai pengiring perjalanan Rasulullah Saw dimaksudkan
untuk mempermudah perjalanan melintasi ruang waktu.
Selain Jibril as dan kawan-kawan, dihadirkan juga kendaraan
khusus bernama Buraq, makhluk berbadan cahaya dari alam malakut. Nama Buraq
berasal dari kata barqun yang berarti kilat. Perjalanan dari kota Makkah ke
Palestina berkendaraan Buraq tersebut ditempuh dengan kecepatan cahaya, sekitar
300.000 kilo meter per detik.
Pertanyaan mendasar adalah bagaimanakah perjalanan dengan
kecepatan cahaya itu dilakukan oleh badan Rasulullah Saw yang terbuat dari
materi padat? Untuk malaikat dan Buraq tidak ada masalah karena badan mereka
terbuat dari cahaya juga. Seandainya badan bermateri padat seperti tubuh kita
dipaksakan bergerak dengan kecepatan cahaya, bisa diduga apa yang akan terjadi.
Badan kita mungkin akan terserai berai karena ikatan antar molekul dan atom
bisa terlepas.
Jawaban yang paling mungkin untuk pertanyaan itu adalah tubuh
Rasulullah Saw diubah susunan materinya menjadi cahaya. Bagaimanakah hal itu
mungkin terjadi?
Teori yang memungkinkan adalah teori Annihilasi. Teori ini
mengatakan bahwa setiap materi (zat) memiliki anti materinya. Dan jika materi
direaksikan dengan anti materinya, maka kedua partikel tersebut bisa lenyap
berubah menjadi seberkas cahaya atau sinar gamma.
Hal ini telah dibuktikan di laboratorium nuklir bahwa jika
partikel proton direaksikan dengan antiproton, atau elektron dengan positron
(anti elektron), maka kedua pasangan tersebut akan lenyap dan memunculkan dua
buah sinar gamma, dengan energi masing-masing 0,511 MeV (Multiexperiment
Viewer) untuk pasangan partikel elektron, dan 938 MeV untuk pasangan partikel
proton.
Sebaliknya apabila ada dua buah berkas sinar gamma dengan
energi sebesar tersebut di atas dilewatkan melalui medan inti atom, maka
tiba-tiba sinar tersebut lenyap berubah menjadi 2 buah pasangan partikel
tersebut di atas. Hal ini menunjukkan bahwa materi bisa dirubah menjadi cahaya
dengan cara tertentu yang disebut annihilasi dan sebaliknya.
Nah, kalau dihitung jarak Mekkah – Palestina sekitar 1500 km
ditempuh dengan kecepatan cahaya, maka hanya dibutuhkan waktu sekitar 0,005
detik dalam ukuran waktu kita di bumi.
Sesampainya di Palestina tubuh Rasulullah Saw dikembalikan
menjadi materi. Peristiwa ini mungkin lebih dikenal seperti teleportasi dalam
teori fisika kwantum. Dari Palestina dilanjutkan dengan perjalanan antar
dimensi ke Sidratul Muntaha, yakni dari langit dunia (langit pertama) ke langit
kedua, ketiga sampai dengan langit ketujuh dan berakhir di Sidratul Muntaha.
Yang perlu dipahami adalah perjalanan antar dimensi bukanlah
perjalanan berjarak jauh atau pengembaraan angkasa luar, melainkan perjalanan
menembus batas dimensi. Karena walaupun tubuh Rasulullah Saw diubah menjadi
cahaya seperti perjalanan dari Mekkah ke Palestina, tidak akan selesai menempuh
perjalanan di langit pertama saja. Bukankah untuk menempuh diameter alam
semesta diperlukan 30 miliar tahun dengan menggunakan kecepatan cahaya. Jadi
bagaimana caranya?
Seperti telah disebutkan di atas dalam penjelasan posisi
antar dimensi bahwa posisi langit kedua dengan langit pertama dianalogikan
seperti sebuah ruangan berdimensi 3 dengan dinding tembok berdimensi 2. Makhluk
bayangan berdimensi 2 di tembok tidak bisa memasuki ruangan berdimensi 3,
kecuali ada bantuan dari makhluk berdimensi lebih tinggi, minimal dari makhluk
berdimensi 3, yakni balok. Caranya si balok menempelkan salah satu sisinya ke
tembok dan makhluk bayangan menempelkan diri ke sisi balok itu. Dengan menempel
di sisi balok dan mengikutinya, makhluk bayangan bisa memasuki ruang berdimensi
3 dan meninggalkan wilayah berdimensi 2, yakni dinding tembok.
Begitulah kira-kira analogi bagaimana Rasulullah Saw
melakukan perjalanan antar dimensi. Dengan kehendak Allah Swt, Jibril membawa
Rasulullah Saw melakukan perjalanan dari langit pertama hingga langit ketujuh
lalu ke Sidratul Muntaha. Perjalanan ini bukan perjalanan jauh seperti telah
disebutkan tadi. Kejadian itu terjadi di tempat Rasulullah Saw terakhir duduk
shalat di Masjidil Aqsa Palestina, karena ruang berdimensi 4, 5 dan seterusnya
itu persis berada di sebelah kita, hanya kita tidak melihatnya dan tidak bisa
mencapainya.
Wajar saja perjalanan Isra Miraj Rasulullah Saw dari Mekkah
ke Palestina dan kemudian dilanjutkan dengan perjalanan ke Sidratul Muntaha
hanya terjadi dalam semalam. Bayangkan dalam zaman ketika pemahaman manusia
tentang sains dan teknologi belum seperti sekarang, seorang Abu Bakar Ash
Shiddiq Ra. Sahabat yang suci bisa beriman dan menerima kebenaran cerita
Rasulullan Saw tanpa sanggahan.
Begitu dekatnya jarak alam dunia (langit pertama) dengan
alam akhirat (langit ketujuh) yang sangat dekat sudah digambarkan oleh hadist
dari Jabir bin Abdullah. Ketika itu Rasulullah Saw didatangi oleh lelaki
berwajah bersih dan berbaju putih (yang ternyata adalah malaikan Jibril as yang
memasuki dimensi alam manusia) :
Bertanya orang itu lagi (yakni Jibril as), “Berapakah
jaraknya dunia dengan akhirat?” Bersabda Rasulullah SAW, “Hanya sekejap mata
saja.”
Wallahua’lam
Sebenarnya tulisan diatas saya rangkum dari berbagai sumber,
tetapi sudah saya gabung2kan dengan teori yang menurut saya masih perlu dicari
kebenarannya… kenapa? Karena seperti yang anda lihat diprofil, saya pencari
kebenaran… ;p
Tapi kebenaran yang diungkap ini bukan untuk mencari fakta
kesalahan, tetapi untuk menguatkan iman kita betapa maha agungnya Allah SWT
sebagai pencipta. Betapa luasnya alam semesta yang diciptakannya.
Hingga saat ini misteri 7 lapis langit ini masih banyak perdebatannya, karena
maklum manusia ini penuh dengan logika dan terlalu rasional… maka Allah SWT
menyuruh kita memperkuat iman baru akal fikiran, agar kita tidak sesat karena
pemikiran kita sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar